Selasa, 21 Agustus 2018

Hukum Qurban


A. Pemahaman Kurban

Kata kurban menurut etimologi datang dari bhs Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang berarti dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Tujuannya yakni mendekatkan diri pada Allah, dengan kerjakan beberapa perintah-Nya. Yang disebut dari kata kurban yang dipakai bhs keseharian, dalam arti agama dimaksud “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang datang dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yakni sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 s/d tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul arti Idul Adha.

Dari uraian itu, bisa dimengerti yang disebut dari kata qurban atau udhhiyah dalam artian syara, adalah menyembelih hewan dengan arah melaksanakan ibadah pada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha serta tiga Hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 12, serta 13 bulan Dzulhijjah.

B. Hukum Kurban

Beribadah kurban hukumnya ialah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam belum pernah tinggalkan beribadah kurban semenjak disyariatkannya sampai beliau meninggal dunia. Ketetapan kurban menjadi sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik serta Imam al-Syafi’i. Sedang Imam Abu Hanifah memiliki pendapat jika beribadah kurban buat masyarakat yang dapat serta tidak dalam kondisi safar (melancong), hukumnya ialah harus. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).

C. Keutamaan Kurban

Menyembelih kurban ialah satu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah serta keutamaan. Hal seperti ini didasarkan atas info dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, diantaranya:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Aisyah menjelaskan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam jika beliau bersabda, “Tidak ada satu amalan yang ditangani anak Adam (manusia) di hari raya Idul Adha yang lebih di cintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan tiba di hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, serta kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai disamping Allah sebelum menetes ke tanah. Karena itu, lapangkanlah jiwamu untuk mengerjakannya.” (Hadits Hasan, kisah al-Tirmidzi: 1413 serta Ibn Majah: 3117)

Menurut Zain al-Arab, beribadah yang paling penting di hari raya Idul Adha ialah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Karena di hari kiamat kelak, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam kondisi utuh seperti didunia, tiap-tiap anggotanya tidak ada yang kurang dikit juga serta semua bisa menjadi nilai pahala baginya. Lalu hewan itu digambarkan dengan metaphoris bisa menjadi kendaraanya untuk berjalan melalui shirath. Demikian ini adalah balasan serta bukti keridhaan Allah pada orang yang lakukan beribadah kurban itu. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mempunyai potensi untuk berkurban, tapi ia tidak ingin berkurban, karena itu kadang-kadang jangan sampai ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad serta Ibnu Majah).

Ada banyak lagi sabda Nabi yang lainnya, menuturkan mengenai keutamaan berkurban. Bahkan juga pada haditst paling akhir, dijelaskan jika orang yang telah dapat berkorban, tapi tidak ingin melaksanakanya, karena itu ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainnya.

Beribadah kurban yang dikerjakan di hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tidak ada lainnya mempunyai tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain itu, kurban juga bermakna menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, serta karakter perorangan dalam diri seseorang muslim. Dengan berkurban, diinginkan seorang akan memaknai hidupnya untuk sampai ridha Allah semata-mata. Ia “korbankan” semuanya (jiwa, harta, serta keluarga) cuma untuk-Nya. Oleh karenanya, pada hakekatnya, yang di terima Allah dari beribadah kurban itu bukan daging atau darah hewan yang dikurbakan, tetapi ketakwaan serta ketulusan dari orang yang berkurban, itu yang sampai kepada-Nya.

D. Inti Kurban

Kurban dalam dimensi vertikal ialah bentuk beribadah untuk mendekatkan diri pada Allah agar memperoleh keridhaan-Nya. Sedang dalam dimensi sosial, kurban mempunyai tujuan untuk menggembirakan golongan fakir pada Hari Raya Adha, seperti pada Hari Raya Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karenanya, daging kurban sebaiknya dikasihkan pada mereka yang memerlukan, bisa tersisa seperlunya untuk dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan masih memprioritaskan golongan fakir serta miskin.

Allah berfirman:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka konsumsilah beberapa daripadanya serta (beberapa lagi) berikanlah untuk dikonsumsi beberapa orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28)

Dengan begitu kurban adalah salah satunya beribadah yang bisa merajut jalinan vertikal serta horizontal.

E. Persyaratan Hewan Kurban

Beberapa ulama setuju jika semua hewan ternak bisa jadikan untuk kurban. Akan tetapi ada ketidaksamaan saran tentang manakah yang paling utama dari beberapa jenis hewan itu. Imam Malik memiliki pendapat jika yang paling penting ialah kambing atau domba, lalu sapi, lantas unta. Sedang Imam al-Syafi’i memiliki pendapat demikian sebaliknya, yakni yang paling penting ialah unta, disusul lalu sapi, lantas kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).

Supaya beribadah kurbannya resmi menurut syariat, seseorang yang akan berkurban mesti memerhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria itu diklasifisikasikan sama dengan umur serta type hewan kurban, yakni:

a. Domba (dha’n) mesti sampai minimum umur setahun lebih, atau telah bertukar giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karenanya diijinkan.” (Hadits Shahih, kisah Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)

b. Kambing kacang (ma’z) mesti sampai umur minimum dua tahun lebih.

c. Sapi serta kerbau mesti sampai umur minimum dua tahun lebih.

d. Unta mesti sampai umur lima tahun atau lebih.

(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).

Tidak hanya persyaratan diatas, hewan-hewan itu mesti dalam keadaan sehat serta tidak cacat. Seperti sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى

“Ada empat jenis hewan yang tidak resmi jadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam kondisi sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, serta (4) yang (badannya) kurus lagi tidak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, kisah al-Tirmidzi: 1417 serta Abu Dawud: 2420)

Namun, ada banyak cacat hewan yang tidak menghambat sahnya beribadah kurban, yakni; Hewan yang dikebiri serta hewan yang pecah tanduknya. Mengenai cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tidak resmi untuk jadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Hal seperti ini karena cacat yang pertama tidak menyebabkan dagingnya menyusut (cacat bathin), sedang cacat yang ke-2 menyebabkan dagingnya menyusut (cacat fisik).

F. Ketetapan Kurban

Berkurban dengan seekor kambing atau domba ditujukan untuk satu orang, sedang unta, sapi serta kerbau ditujukan untuk berkurban tujuh orang. Ketetapan ini bisa diambil kesimpulan dari hadits tersebut:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami sudah menyembelih kurban bersama dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang serta seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, kisah Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 serta Ibn Majah: 3123).

Hadits setelah itu menuturkan mengenai berkurban dengan seekor domba yang dikerjakan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.

“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, memberitahukan sebenarnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintah untuk menghadirkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Lalu domba itu dihadirkan padanya untuk melakukan kurban. Beliau berkata pada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi setelah itu memerintah Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah lalu lakukan seperti yang diperintah Rasulullah. Lalu Nabi ambil golok itu serta ambil domba (kibasy), lalu membaringkannya, serta menyembelihnya sekalian berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Kisah Muslim 1967).

Doa Nabi dalam hadits diatas, saat beliau melakukan kurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad” tidak dapat dimengerti jika kurban dengan satu domba cukuplah untuk keluarga serta untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu cuma dalam rencana memasukkan dalam mendapatkan pahala dari kurban itu. Jika dimengerti jika berkurban dengan satu kambing cukuplah untuk satu keluarga serta semua umat Nabi Muhammad, karena itu tidak lagi ada orang yang berkurban. Dengan begitu, pandangan jika satu domba dapat untuk berkurban satu keluarga serta semua umat, mesti diluruskan serta dibenarkan sama dengan ketetapan satu domba untuk satu orang, sedang onta, sapi, serta kerbau untuk tujuh orang seperti diterangkan hadits diatas.

G. Waktu Pelaksanaan Kurban

Waktu menyembelih kurban diawali sesudah matahari setinggi tombak atau selesai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedang distribusi (pembagian) daging kurban dibagi jadi tiga sisi serta tidak harus mesti sama rata. Ke-3 sisi itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, serta (3) untuk dianya serta keluarga seperlunya. Dengan catatan, bagian untuk dihadiahkan serta untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging kurban. Meski begitu perbanyak pemberian pada fakir miskin paling utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).

Demikian tulisan ini dikatakan, mudah-mudahan berguna. Minta maaf jika ada kesalahan serta kekeliruan. Wallahu a’lam bish shawâb.

sumber

Hukum Qurban Rating: 4.5 Diposkan Oleh: R

0 komentar:

Categories

Popular Posts